Oleh: Azzahra
Hudzaifah.org - Untuk segala sesuatu, Allah telah menciptakan berpasang-pasangan. Tumbuhan, pepohonan, bunga-bunga, Allah ciptakan dengan keserasian dan keseimbangan. Binatang-binatang memiliki pasangan dari jenisnya, dimana mereka bisa saling melengkapi satu dengan yang lainnya dan bisa mengembangbiakkan keturunan.
Demikian pula manusia, Allah menciptakan manusia dengan bentuk yang sangat indah, dan untuk mereka Allah ciptakan pasangannya. Secara naluriah, manusia akan memiliki ketertarikan kepada lawan jenis. Ada sesuatu yang amat kuat menarik, sehingga laki-laki dengan dorongan naluriah dan fitrahnya mendekati perempuan. Sebaliknya dengan perasaan dan kecenderungan alamiyahnya perempuan merasakan kesenangan tatkala didekati laki-laki.
Allah SWT berfirman, “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan pada apa-apa yang diinginkan, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang” (QS. Ali Imran: 14).
Untuk merealisasikan ketertarikan tersebut menjadi sebuah hubungan yang benar dan manusiawi, Islam datang dengan membawa ajaran pernikahan. Sebuah ajaran suci yang menampik kehidupan membujang di satu sisi, namun juga menampik kebebasan interaksi laki-laki dan perempuan di sisi yang lain. Nikah adalah jalan tengah yang membentang antara dua ekstrem tersebut.
Pernikahan akan bernilai dakwah apabila dilaksanakan sesuai dengan tuntunan Islam dan menimbang berbagai kemaslahatan dakwah dalam setiap langkahnya. Dalam memilih jodoh, pikirkan kriteria pasangan hidup yang bernilai optimal bagi dakwah. Dalam menentukan calon jodoh tersebut, dipertimbangkan juga kemaslahatan secara luas. Selain kriteria umum sebagaimana tuntunan fikih Islam, pertimbangan lainnya adalah: apakah pemilihan jodoh ini memiliki implikasi kemaslahatan yang optimal bagi dakwah, ataukah sekedar mendapatkan kemaslahatan bagi dirinya? Walaupun dalam hadits Rasulullah SAW jelas disebutkan bahwa dalam memilih istri hendaknya mengutamakan akhlak dan agamanya, namun kenyataannya sekarang banyak ikhwan yang lebih mendahulukan kecantikan dibanding agama. Apakah memilih wanita cantik dilarang? Tidak. Itu juga sah-sah saja. Namun hendaknya kriteria cantik ini tidak membuat kita lupa akan kriteria akhlak dan agamanya.
Mari saya beri contoh berikut. Diantara sekian banyak wanita muslimah yang telah memasuki usia siap nikah, mereka berbeda-beda jumlah bilangan usianya yang oleh karena itu berbeda pula dengan tingkat kemendesakan untuk menikah. Beberapa orang bahkan sudah mencapai 35 tahun, sebagian yang lain antara 30 hingga 35 tahun, sebagian usia berusia 25 hingga 30 tahun, dan yang lainnya dibawah 25 tahun. Mereka ini siap menikah, siap menjalankan fungsi dan peran sebagai ibu di rumah tangga.
Anda adalah laki-laki muslim yang telah berniat melaksanakan pernikahan. Usia anda 25 tahun. Anda dihadapkan pada realitas bahwa wanita muslimah yang sesuai kriteria fikih Islam untuk anda nikahi ada sekian banyak jumlahnya. Maka siapakah yang akan anda pilih, dan dengan pertimbangan apa anda memilih?
Ternyata anda memilih si A, karena ia memenuhi kriteria kebaikan agama, cantik, menarik, pandai dan usia masih muda 20 tahun atau bahkan kurang dari itu. Apakah pilihan anda ini salah? Demi Allah, pilihan anda ini tidak salah! Anda telah memilih calon istri dengan benar karena berdasarkan kriteria kebaikan agama, dan memenuhi sunnah kenabian. Bukankah Rasullah saw bertanya kepada Jabir ra:
“Mengapa tidak (menikah) dengan seorang gadis yang bisa engkau cumbu dan bisa mencumbuimu?” (Riwayat Bukhari dan Muslim). Dan inilah jawaban dakwah seorang Jabir ra: “Wahai Rasullah, saya memiliki saudara-saudara perempuan yang berjiwa keras, saya tidak mau membawa yang keras juga kepada mereka. Janda ini saya harapkan mampu menyelesaikan persoalan tersebut”, kata Jabir, “Benar katamu”, jawab Rasullah.
Jabir tidak hanya berpikir untuk kesenangan dirinya sendiri. Ia bisa memilih seorang gadis perawan yang cantik dan muda belia. Namun ia memiliki kepekaan dakwah yang amat tinggi. Kemaslahatan menikahi janda tersebut lebih tinggi dalam pandangan Jabir, dibandingkan dengan apabila menikahi gadis perawan.
Nah, apabila semua laki-laki muslim berpikiran dan menentukan calon istrinya harus memiliki kecantikan ideal, berkulit putih, usia lima tahun lebih muda dari dirinya, maka siapakah yang akan datang melamar para wanita muslimah yang usianya diatas 25 tahun, atau diatas 30 tahun, atau bahkan diatas 35 tahun?
Cantik Tapi…
Sebagaimana yang sudah kita dengar dan baca, bahwa di dunia ini tidak ada manusia yang sempurna. Terlebih lagi wanita yang telah Allah ciptakan dalam keadaan bengkok. Secara kodrat, mereka lebih banyak kekurangan dan kelemahan dibandingkan pria, sebagaimana sabda Rasullah, “…Tidaklah aku melihat orang yang kurang akal dan kurang agama lagi potensial melemahkan laki-laki yang kuat selain salah seorang dari kalian (para wanita)…” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Hal demikian menuntut para lelaki untuk lebih banyak mengerti wanita, juga lebih bisa memahami kekurangan mereka. Menyangkut kekurangan ini, bukanlah hal yang aneh bila ada wanita yang secara fisik cantik tapi pemboros, atau abid (ahli ibadah) tapi tak bisa memasak, atau ahli memasak tapi pencemburu berat, dan lainnya. Yang demikian itu adalah biasa. Hampir terjadi dan ada pada setiap wanita.
Bagi anda para bujangan, wanita mana yang akan kau pilih, semua tergantung pada anda. Pada dasarnya ini menyangkut kriteria utama anda yang anda tetapkan dan kekurangan-kekurangan yang masih bisa anda toleransi. Tentunya setiap ikhwan berbeda-beda satu ikhwan mungkin menjadikan kecantikan sebagai standar utama, tak peduli bisa masak atau tidak, sementara ikhwan lain mugkin lebih mengutamksn ibadahnya dan tak peduli kekurangan–kekurangan yang lainnya, dan seterusnya. Yang jelas tak ada wanita di dunia ini yang sempurna seratus persen. Pasti ada saja kekurangannya. Ini hal pertama yang hendaknya dipahami betul.
Kalau Bisa Seperti Nabi…
Kalau kita sedikit menengok sejarah nabi, bagaimana beliau memperistri wanita atau kriteria wanita atau kriteria yang ditetapkan oleh beliau bagi wanita yang menjadi isterinya, maka akan kita dapati nabi lebih mengutamakan agama dan akhlaknya dibanding fisiknya. Itupun masih didasari pada manfaaat dan madharatnya bagi perkembangan Islam. Itulah mengapa Rasulullah hanya menikahi satu wanita yang masih perawan, yaitu Aisyah ra. Sedangkan yang lainnya para janda yang pada umumnya sudah tua. Pelajaran yang bisa kita ambil dari pernikahan Rasulullah ini, bahwa agama hendaknya dijadikan patokan utama dalam memilih seorang wanita, agar nantinya rumah tangga bahagia dunia dan akhirat.
Bagi para Akhwat yang belum memiliki suami, semestinya anda terus menggali potensi untuk meningkatkan kualitas diri. Adapun tuntunan dari Rasulullah agar menjadi seorang wanita pilihan:
1. Taat
Seorang gadis yang biasanya taat kepada orang tua, akan mudah taat pada suami ketika menikah nanti.
2. Enak Dipandang
Tidak harus cantik, dengan mengoptimalkan potensi yang dimilikinya seorang wanita akan membuat senang suaminya.
3. Cinta dan Pasrah
Seorang pria tentu berharap mendapat seorang istri yang mampu mencintai sepenuh hati dan bersikap pasrah. Wanita yang dalam berbuat dan bertingkah laku selalu berupaya menyenangkan suami dam menjauhi hal-hal yang mendatang kebenciannya.
4. Suka membantu
Wanita shalihah adalah yang selalu mengajak suaminya pada kebaikan agama dan dunianya. Bukannya memberatkan, namun justru mengingatkan suami untuk selalu berlaku taat pada Allah SWT, serta memberikan saran dan pendapat demi kemajuan sang suami.
Walaupun kita tidak mendapatkan pasangan ketika di dunia, tetapi kalau kita ahli ibadah Insya Allah akan mendapatkan pasangan ketika di akhirat kelak. Amien… []
(Dari berbagai sumber)
http://www.hudzaifah.org/Article367.phtml
Kamis, 08 Januari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar